Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Provinsi Jawa Barat
berjumlah 43.021.826 orang dengan komposisi 21.876.572 laki-laki dan
21.145.254 perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk
laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan dengan sex ratio
sebesar 103. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Pada tahun 2009, jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat
berjumlah 42.693.951 jiwa. Tahun 2008, jumlah penduduknya sebesar
42.194.869 jiwa. Tahun 2007 sebesar 41.483.729 jiwa. Tahun 2006 sebesar
40.737.594 jiwa. Tahun 2005 sebesar 39.960.869 jiwa. Dan tahun 2004
sebesar 39.140.812 jiwa.
Berikut grafik yang menggambarkan perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 hingga 2009 :
Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk di Provinsi
Jawa Barat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke
tahun. Hal ini mungkin terjadi karena masih kurangnya kesadaran
masyarakat untuk mengikuti program Keluarga Berencana (KB). Hal ini
tentu harus menjadi perhatian pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jika hal
ini terus dibiarkan maka akan terjadi ledakan jumlah penduduk yang dapat
berdampak buruk bagi kemakmuran rakyat di Provinsi Jawa Barat.
Berikut beberapa dampak ledakan jumlah penduduk terhadap kemakmuran sosial dan peningkatan peradaban manusia di Jawa Barat :
1. Mempersulit administrasi pemerintahan
Administrasi
pemerintahan identik dengan pencatatan data registrasi vital penduduk
yaitu fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi
(perpindahan) penduduk. Selain itu pemerintah juga harus melayani
kebutuhan administrasi penduduk, misalnya seperti pembuatan KTP,
pembuatan akte kelahiran, dan lain-lain. Jika terjadi ledakan jumlah
penduduk, maka terbayang bagaimana sulitnya pemerintah harus mencatat
segala aktivitas penduduk tersebut di atas. Dan terbayang pula berapa
pegawai pemerintahan yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan
administrasi penduduk.
2. Meningkatnya permintaan terhadap kebutuhan sandang, pangan, dan papan
Setiap
manusia pasti memiliki kebutuhan pokok yang harus terpenuhi, yakni
sandang, pangan, dan papan. Ketiga kebutuhan ini tak terelakkan lagi
harus terpenuhi untuk kelanjutan hidup manusia. Kebutuhan akan sandang
dapat dipenuhi oleh industri tekstil, kebutuhan akan pangan dapat
dipenuhi oleh industri pertanian (salah satunya), dan kebutuhan papan
dapat dipenuhi oleh industri bahan bangunan (salah satunya). Hal ini
tentu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin ketersediaan stok
sandang, pangan, dan papan untuk penduduk yang berada di daerahnya.
Jika
terjadi ledakan jumlah penduduk, maka semakin banyak pula manusia yang
membutuhkan asupan sandang, pangan, dan papan. Maka pemerintahpun harus
menambah ketersediaan sandang, pangan, dan papan untuk penduduknya yang
semakin bertambah tersebut. Tapi apa yang terjadi jika ternyata stok
sandang, pangan, dan papan yang ada ternyata tidak mampu memenuhi
kebutuhan penduduk yang jumlahnya semakin bertambah ?
Kita
ambil contoh untuk kebutuhan pangan, pemerintah memiliki BULOG (Badan
Urusan Logistik) untuk pemerintah pusat dan DOLOG (Depot Logistik) untuk
pemerintah daerah yang berfungsi salah satunya untuk menjamin
ketersediaan kebutuhan pangan pokok seperti beras, minyak goreng, gula,
dan lain-lain. Kita persempit lagi contohnya, yakni DOLOG Provinsi Jawa
Barat. Semakin bertambahnya penduduk, maka akan semakin banyak pula
kebutuhan pangan pokok yang harus disediakan oleh DOLOG. Bagaimana jika
kebutuhan sembako yang disediakan oleh DOLOG ternyata tidak mampu
memenuhi kebutuhan penduduk di daerah itu ? Tentu sembako akan menjadi
barang rebutan dan akan menjadi barang yang langka di Jawa Barat yang
mengakibatkan harganya akan semakin melonjak dan masyarakat yang berada
di kelas ekonomi menengah ke bawah tidak mampu membeli kebutuhan pangan
pokok tersebut, dan tentu akan berdampak pada kemiskinan yang kian
parah.
3. Berkurangnya lahan yang ada di Jawa Barat
Untuk
memenuhi kebutuhan papan yakni rumah tentu kita memerlukan lahan untuk
membangun. Semakin bertambah banyak penduduk, tentu kebutuhan akan
rumah semakin banyak dan otomatis lahan yang dibutuhkan semakin banyak.
Sementara lahan yang tersedia luasnya tetap. Yang akan terjadi adalah
padatnya pemukiman di Jawa Barat, seperti di Jakarta, sedikit sekali
lahan-lahan kosong yang tersisa. Meskipun kosong, biasanya sudah ada
yang memiliki untuk keperluan investasi atau akan dijadikan tempat
tinggal anak cucunya. Sedikit sekali lahan yang menjadi resapan air.
Akibatnya berbagai dampakpun menyusul, seperti banjir. Selain itu,
makin sedikitnya lahan yang kosong, akan membuat harga tanah di Jawa
Barat semakin melonjak, dan tentu saja masyarakat ekonomi menengah ke
bawah tidak mampu membeli tanah untuk membangun rumah, sehingga mereka
mencari “lahan” lain untuk tinggal, seperti kolong jembatan, taman kota,
stasiun, emperan toko, dan lain-lain. Jadilah mereka menyandang gelar
tunawisma.
Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan papan, untuk
memenuhi kebutuhan pangan pun kita memerlukan lahan. Misalnya beras,
untuk menghasilkan beras tentu diperlukan sawah untuk menanam padi.
Pemerintah daerah tidak mungkin akan terus bergantung kepada pemerintah
pusat untuk penyediaan beras. Semakin bertambahnya penduduk semakin
bertambah pula kebutuhan akan beras di Jawa Barat. Dan semakin
bertambahnya kebutuhan beras akan semakin bertambah pula kebutuhan akan
lahan untuk menanam padi. Apalagi Provinsi Jawa Barat dikenal sebagai
salah satu 'lumbung padi' nasional, hampir 23 persen dari total luas
29,3 ribu kilometer persegi dialokasikan untuk produksi beras. Tidak
dipungkiri lagi, Jawa Barat merupakan 'Rumah Produksi' bagi ekonomi
Indonesia, hasil pertanian Provinsi Jawa Barat menyumbangkan 15 persen
dari nilai total pertanian Indonesia. Apa yang terjadi jika lahan
‘lumbung padi’ nasional semakin lama semakin berkurang ?
Jika
kita llihat dua fenomena di atas, ledakan penduduk akan mengakibatkan
terjadinya perebutan lahan untuk perumahan dan pertanian. Dan sebagian
besar fenomena yang terjadi dewasa ini adalah pengikisan lahan yang
lebih diutamakan untuk perumahan. Kemudian ledakan penduduk juga akan
berakibat semakin berkurangnya rasio antara luas lahan dan jumlah
penduduk atau yang biasa kita sebut dengan kepadatan penduduk.
4. Meningkatnya investor yang datang -> menjamurnya pusat perbelanjaan
Seorang
pengusaha tentu akan membangun usahanya di tempat yang strategis,
tempat yang ramai, dan tempat yang menurutnya banyak terdapat konsumen.
Kawasan padat penduduklah yang akan menjadi incaran para investor atau
pengusaha. Untuk daerah perkotaan, para pengusaha akan cenderung untuk
membangun pusat perbelanjaan modern atau yang biasa kita sebut Mall.
Mungkin menurut sebagian besar orang, suatu daerah yang memiliki banyak
Mall mencirikan bahwa daerah tersebut adalah daerah metropolitan yang
masyarakatnya cenderung berada di kelas ekonomi menengah ke atas dan
akan mendongkrak gengsi masyarakat dan pemerintah setempat. Padahal
fakta yang ada di balik fenomena menjamurnya pusat perbelanjaan modern
adalah meningkatnya sifat konsumtif. Jika jumlah pusat perbelanjaan di
suatu daerah semakin banyak, lama kelamaan akan menimbulkan sifat
konsumtif masyarakat di daerah tersebut. Sifat konsumtif dapat berujung
ke sifat malas, tidak kreatif, dan akhirnya akan menuju ke arah
kemiskinan. Mengapa sifat konsumtif dapat berujung ke sifat malas ? Hal
ini disebabkan karena masyarakat merasa semuanya sudah tersedia di pusat
perbelanjaan tersebut. Sehingga mereka malas untuk memproduksi sesuatu.
Dan akibatnya masyarakat akan terus bergantung pada keberadaan pusat
perbelanjaan tersebut dan menjadi masyarakat yang tidak produktif.
5. Rusaknya lingkungan hidup di Jawa Barat
Salah
satu dampak yang paling parah dari fenomena ledakan jumlah penduduk
adalah rusaknya lingkungan hidup. Mengapa paling parah ? Karena masalah
lingkungan hidup yang merupakan masalah yang menyangkut kelangsungan
hidup manusia.
Setiap orang pasti mengeluarkan output berupa
limbah (misalnya sampah, limbah deterjen, dan lain-lain). Jika jumlah
penduduk semakin banyak, maka limbah yang tercipta akan semakin banyak
dan dapat mencemari lingkungan hidup sekitar kita.
6. Meningkatnya angka pengangguran
Semakin
bertambahnya jumlah penduduk di Jawa Barat tentu akan meningkatkan
jumlah tenaga kerja yang tersedia. Namun bagaimana jika lapangan
pekerjaan yang tersedia tidak cukup menampung jumlah tenaga kerja yang
ada ? Tentu hal ini akan berdampak pada meningkatnya angka pengangguran
di Jawa Barat. Meningkatnya angka pengangguran ini akan diikuti oleh
meningkatnya angka kriminalitas di Jawa Barat.
Beberapa hal
di atas merupakan dampak dari fenomena ledakan jumlah penduduk di Jawa
Barat. Jika hal di atas dibiarkan terus terjadi maka penduduk di Jawa
Barat akan menjurus ke arah kemiskinan. Fenomena ledakan jumlah penduduk
di Jawa Barat tentu dapat dicegah oleh pemerintah melalui beberapa
langkah, salah satunya adalah lebih menggalakkan program KB. Misalnya
dengan melakukan penyuluhan di daerah-daerah yang terpencil di Jawa
Barat. Program KB tentu akan berhasil jika semua masyarakat sadar akan
pentingnya program ini. Peran pemerintahpun diperlukan untuk mengontrol
jalannya program KB. Jika program KB berhasil, maka penduduk di Jawa
Barat tidak perlu merasakan beberapa dampak fenomena ledakan jumlah
penduduk. Dan tentu saja tingkat kesejahteraan penduduk di Jawa Barat
dapat meningkat.
Posting Komentar